Setelah hampir dua dekade, PKB dalam kendali kubu Ancol (Muhaimin cs), sebagai bentuk penghormatan kepada Gus Dur, sekarang saat yang tepat bagi Ali Masykur Musa (AMM) untuk mengambil alih kendali.
Langkah ini banyak yang meyakini diterima dengan legowo oleh kubu Ancol (termasuk cak Imin). Cak Imin pasti tidak ingin karirnya yang cemerlang, terus dituduh mencuri PKB dari Gus Dur.
Desakan agar AMM mengambil langkah kontroversial ini, sejatinya telah dimulai sejak posisi sekretaris jenderal (sekjen) PKB diberikan kepada Hasanudin Wahid (cak Udin). Selain cak Udin, sejumlah tokoh PKB Parung berikut telah meretas jalan evolutif dan alamiah untuk membuka pintu bagi AMM. Mereka antara lain: Maman Imanulhaq, Marwan Dasopang bahkan Helmy faishal Zaini, juga faishol Reza, diasporan alumni PRD di PKB.
Langkah AMM untuk mengambil tanggung jawab sejarah, meneguhkan politik NU sebagai kekuatan Islam utama Indonesia, dengan menjadi nahkoda baru PKB, mendapat pembenaran empiris dan historis berikut.
Pertama, secara teologis, politik NU adalah politik ahlussunah waljamaah (Aswaja). Langgam politik Aswaja adalah cita rasa politik yang akomodatif terhadap kekuasaan. Politik Aswaja tidak mengenal nomenklatur oposan. Bahkan saking akomodatifnya Aswaja dengan kekuasaan, NU nyaman-nyaman saja ketika berkoalisi dengan PKI dalam proyek Nasakom bung Karno diujung rezim orde lama.
Sebaliknya, meski dengan sesama kekuatan Islam, NU enggan bergabung, manakala arah, visi dan misi dari kekuatan Islam itu melawan negara. Kerasnya penolakan NU terhadap Masyumi dan DI/TII, bisa menyegarkan gambaran khas sikap politik NU dari tempo ke tempo, dari detik ke detik, dengan kompas yang menjadi kumparan sejarah.
Kedua, kedekatan AMM dengan 08, mengingatkan publik pada Soeharto dengan Moerdiono (bukan Mardiono), menteri sekretaris negara paling legend. 08 yang “brangasan”, extrovert, lugas dan blak-blakan, bisa padu padan dengan AMM yang Flamboyan, soft, smooth dan baby face. Kabarnya 08 menghendaki AMM sebagai “putra mahkota” pewaris utama kepollitikan Nahdliyyin. Kabar ini paralel dengan langkah 08 mendorong Nazaruddin (mantan Bendum Demokrat) sebagai the next “haji Isam”.
Sebagai pewaris dan “putra mahkota” kepollitikan kaum Nahdliyyin, AMM adalah cluster utama aktivis, tokoh dan politisi NU terhadap kekuasaan 08. Dengan peran yang sama pula, AMM didaulat sebagai makelar, penghubung, negosiasi dan lobby-lobby menyangkut kepentingan besar kaum Nahdliyyin. Peran ini memberi pemahaman kita, bahwa 08 terkait NU lebih memilih menggunakan pendekatan dan kedekatan personal daripada struktural.
Ketiga, secara ekonomi dan pribadi, sunan Condet ini menginginkan NU sebagai naga kesepuluh, kekuatan ekonomi di negeri ini. Langkah ini paralel dan bisa juga disebut copy paste dari keberhasilan Soeharto, SBY, juga Jokowi, menjadikan Wiliam Soeryadjaya, Chairul Tanjung dan Bahlil Lahadalia, sebagai pemain utama ekonomi Indonesia.
Mimpi dan visi politik sunan Condet ini, miqat zamani dan makani-nya adalah pada muktamar PKB Agustus 2024 nanti. Dengan relasi, reaksi dan restu istana baru atas AMM, Mimpi-mimpi tersebut tampaknya membangkitkan gairah warga NU untuk berbondong-bondong “berbaiat” ke Condet. Wallahu a’lam (MSB).